Oleh : Kristan, Conf. Sc
Kata Pengantar oleh Js. Ongky Setio Kuncono, SE., MM, MBA
Wei De Dong Thian
Penulis buku “ Bangga Menjadi Seorang Khonghucu “ adalah seorang cendikia muda yang cukup aktif dalam kegiatan Khonghucu. Beliau seorang yang pernah mengalami betapa sulitnya menjadi seorang penganut Khonghucu dimana harus menghadapi tekanan-tekanan ketika eksistensi agama Khonghucu belum mendapatkan angin segar di bumi Indonesia.
Justru karena tantangan dan rintangan yang bertubi-tubi itulah menjadikan semangat hidupnya untuk menulis dan aktif dalam kegiatan Khonghucu.
Mengutip ucapan Confucius “ Hormatilah angkatan muda siapa tahu dimasa depan mereka lebih hebat dari angkatan sebelumnya “. Tentunya kita sepakat bahwa pendidikan dapat menjadikan seorang murid melampaui gurunya, hanya pendidikan yang berhasil sajalah yang dapat menjadikan muridnya dapat lebih maju.
Berpijak dari hal diatas adalah sangat pantas apabila seorang Kristan patut kita dukung dan semangati perjuangannya. Bahkan mungkin saya adalah orang pertama yang mendorong beliau untuk secepatnya membuat buku dari kumpulan tulisannya.
Semoga ini dapat jadi pemacu dan pendorong generasi muda Khonghucu yang lainnya untuk ikut berlomba- lomba berkarya. Buku ini mengenalkan kepada kita tentang agama Khonghucu baik dari segi sejarah maupun inti ajarannya. Buku ini juga membahas permasalahan agama Khonghucu khususnya di Indonesia yang dikemas dengan bahasa sederhana yang mudah dicerna. Penulis membahas secara kritis dengan melihat realita yang ada dilapangan, sehingga menjadikan buku ini sangat akurat untuk dibaca.
Penulis yang memiliki dedikasi terhadap cita-cita nasionalisme Indonesia dan sekaligus sebagai seorang Konfusian ingin menunjukan bahwa dirinya sanggup hidup ditengah-tengah keanekaragaman Indonesia untuk ikut andil sebagai warga Negara yang baik seperti yang diajarkan oleh Confucius.
Semoga dengan terbitnya buku ini akan menjadi pemacu bagi orang lain untuk menerbitkan buku-buku berikutnya.
Selamat Berkarya
Eksistensi Agama Khonghucu di Indonesia
Pada tanggal 27 bulan ke 8 penanggalan Imlek tahun yang ke-2556 atau 30 September 2005, merupakan hari besar dan suci bagi penganut agama Khonghucu? Tanggal itu menjadi peringatan hari lahirnya Sang Nabi yaitu Sheng Ren Khong Hu Cu / Confucius, di mana sekitar 2556 tahun yang lalu beliau dilahirkan di salah satu daerah di negeri Tiongkok, tepatnya di Qufu, Provinsi Shandong, Tiongkok bagian utara.
Ternyata hari lahir Confucius juga dirayakan di salah satu negara bagian Amerika Serikat, yaitu State of California, yang pada masa sekarang ini dipimpin oleh seorang gubernur dari kalangan selebritas yang cukup kita kenal aksinya dalam film “Terminator” yaitu Arnold Swachenneger. Hari lahir Confucius di sana ditetapkan pada tanggal 28 September, diperingati sebagai Hari Guru (Teacher Day), karena mengingat jasa-jasa yang besar dari Confucius terhadap dunia pendidikan dan persamaan hak yang dirujuk dari petuah beliau yaitu “There is no discrimination in education” (tiada perbedaan dalam pendidikan). Dan, konon katanya di Indonesia ketika Presiden Sukarno masih memimpin negeri ini, Hari Lahirnya Khong Hu Cu merupakan hari libur fakultatif (hari libur bagi yang merayakan), bersamaan dengan hari raya Imlek dan Cheng Beng. Hal ini tertuang dalam Penetapan Presiden tentang hari raya Nomor 2/OEM- 1946.
Dalam pidatonya pada Konferensi Asia Afrika di Bandung, Presiden Sukarno menyatakan betapa majemuknya bangsa Indonesia, beliau mengatakan,”Ya, memang begitu banyak perbedaan di antara kami, berbagai bangsa terwakili di sini, mereka semua memeluk agama-agama yang ada di kolong langit, seperti Islam, Hindu, Kristen, Khonghucu, Budha, Shinto, Zoroaster, dan lain-lain.”
Tokoh Sentral
Bagi para penganutnya, Confucius merupakan tokoh sentral pembawa terang dunia. Karena dari tangan beliaulah ajaran kebajikan dari Tiongkok kuno digenapi dan disusun secara jelas bagi umat manusia untuk menjalani kehidupan harmonis sosial menuju perdamaian dimasa depan. Inti sari ajaran Confucius adalah teori Ren (Jen). Dalam buku Lun Yu (salah satu kitab suci agama Khonghucu), Confucius telah menyebut sebanyak 109 kali tentang kata Ren, ketika salah seorang muridnya yang bernama Fan Chi bertanya tentang apa makna Ren? Lalu Confucius menjawab, “Artinya adalah sayang terhadap sesama manusia. ”Kata Ren dalam bahasa Tionghoa adalah perpaduan antara kata “dua” dan “orang” dalam hubungan manusia yang dimaksud oleh Confucius adalah bukan seorang saja melainkan adalah suatu kelompok manusia, atau dengan hubungannya antar-sesama manusia. Ren inilah yang menjadi dasar dari segala upacara, etika dan moralitas yang dianjurkan oleh Confucius bagi terciptanya perdamaian dunia. Sebelumnya belum pernah ada orang yang mengajukan Ren sebagai suatu konsepsi filsafat yang tertinggi. Confucius menganjurkan agar rasa sayang terhadap sesama manusia diperluas sampai ke kalangan seluruh rakyat dan bangsawan, karena menurut beliau semua manusia di dunia ini dapat menyadari kebenaran. Dengan pelaksanaan teori Ren, menurut Confucius, situasi yang bergejolak pun akan dapat tenang dan teratur kembali. Begitulah kira-kira garis besar teori perdamaian dunia versi Confusianisme.
Ironis
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh DR Thomas Hosuck Kang dari Confucian Academy of Washington USA, Indonesia adalah merupakan surganya bagi para penganut Khonghucu. Kenapa? Karena hanya di Indonesialah ajaran-ajaran Khonghucu sangat berkembang sebagai sistem agama. Di negara-negara lain, termasuk Cina, Konfusianisme hanya berkembang, cenderung lebih kepada sistem filsafatnya saja. Hal ini dapat dilihat dari sistematika yang dianut oleh MATAKIN yang merupakan wadah organisasi penganut Khonghucu di Indonesia.
Salah satu contoh yang paling menarik dalam sistem tersebut adalah umat Khonghucu di Indonesia memiliki communal center yang disebut Li Tang (tempat beribadah bagi penganut Khonghucu), dimana selalu ada upacara persembahyangan rutin yang dilakukan pemeluknya secara sangat religius sekali. Singkat kata, tidak ada di belahan bumi manapun kecuali di Indonesia yang dapat dengan murni mempraktikkan ajaran Khonghucu secara orisinal & religius seperti apa yang dititik-beratkan oleh Confucius sendiri dalam kitab-kitab kanonnya (Si Su & Wu Jing) tentang ajaran-ajaran religiusnya. Maka dari itu DR Kang berkesimpulan bahwa jika ingin belajar tentang agama Khonghucu, belajar dan datanglah ke Indonesia. Ironis sekali dengan apa yang telah disimpulkan di atas, karena dalam praktiknya agama Khonghucu di Indonesia terkadang mendapat perlakuan yang diskriminatif dari pemerintah.
Walaupun iklim reformasi telah membawa angin sejuk bagi mereka. Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) telah mengeluarkan Keppres No 1 Tahun 2001, yang intinya memberikan tempat yang layak bagi para penganut Khonghucu untuk menjalankan agamanya sesuai dengan persamaan hak dengan agama lainnya yang diakui di Indonesia. Di Indonesia, perjuangan agama Khonghucu untuk mendapatkan hak yang sama sangatlah penuh dinamika. Pada pemerintah Orde Baru eksistensi umat Khonghucu secara de jure telah sangat dikucilkan. Misalnya, dalam mendapatkan hak-hak sipil mereka selalu diperlakukan dengan aturan-aturan yang tidak adil.
Hak Asasi
Ketika mau menikah, mencatat akte kelahiran, mendaftar sekolah, indentitas mereka tidak diakui dengan alasan Khonghucu bukan merupakan agama, melainkan hanya sebuah aliran kepercayaan atau filsafat. Bahkan kadang mereka dipaksa untuk memilih agama yang hanya diakui oleh pemerintah, sungguh kelucuan apa yang sedang terjadi di negeri ini. Bukankah katanya beragama merupakan hak yang asasi, tetapi kenapa pemerintah ikut campur tangan dengan masalah yang sangat fundamental seperti ini?
Adalah hak yang paling asasi untuk beribadah menurut tata cara dan keyakinan yang telah dipilihnya. Sesungguhnya hal itu telah diberikan secara langsung oleh Tuhan kepada setiap insan. Tetapi umat Khonghucu cenderung dianjurkan untuk mentaati keputusan negara karena mandat pemerintah diyakini berasal dari Tuhan. Namun, sepantasnya keputusan negara hendaknya sejalan dengan keputusan Tuhan, jika tidak maka mandat tersebut selayaknya perlulah untuk dicabut. Mungkin, ini semua proses pembelajaran bagi kita semua sebagai bangsa yang majemuk dan berasas Bhinneka Tunggal Ika, di mana dalam menghadapi masa yang akan datang kita harus lebih belajar untuk saling menerima dan mengakui validitas pihak lain secara sejati serta menyayangi sesama. Sebab, bukankah kita semua bersaudara di bumi ini? Karena hal inilah yang mungkin akan membawa kita menuju kebersamaan yang agung menuju Tuhan.
“ When anger rise, think of the consequences “
sumber buku : Bangga Menjadi Seorang Khonghucu
sumber website : spocjournal.com
No comments:
Post a Comment